Jembatan Apung Haji Endang: Akses Cepat Sekaligus Polemik di Karawang
Setelah 15 Tahun Berdiri, Jembatan Ponton Milik Hj. Endang Akhirnya Terpaksa Tutup Karena Dinilai TIdak Memiliki Izin Oleh Pihak BBWS Setempat.
Beberapa waktu lalu, perhatian ramai tertuju ke Jembatan Apung Haji Endang di Karawang. Setelah 15 tahun menghubungkan warga Dusun Rumambe 1, Desa Anggadita (Klari) dan Desa Parungmulya (Ciampel), jembatan sederhana ini kini ditutup oleh BBWS Citarum karena soal izin. Artikel yang dibuat oleh RANDOAN kali ini akan mengulas lengkap, dari sejarah hingga prospeknya ke depan.
Awal Mula & Fungsi Ekonomi
Sejak tahun 2010, jembatan apung milik Muhammad Endang Junaedi atau biasa disapa Haji Endang beroperasi. Sederhana, jembatan ini hanya terdiri dari ponton perahu yang dirangkai dan dilapisi alas besi. Tarif Rp 2.000 per motor menjadi salah satu sumber pendapatan yang bisa menghasilkan omzet hingga Rp 20 juta per hari, dan menyerap puluhan hingga 40 karyawan lokal.
Selama ini pula, jembatan menjadi jalur favorit pekerja ke kawasan industri. Tanpanya, bisa-bisa mereka telat dan kena potong gaji.

Kontroversi Legal & Penutupan
Masalah muncul menjelang akhir April 2025. BBWS Citarum memasang spanduk di lokasi (26–28 April), menyatakan jembatan ilegal karena belum punya izin sesuai UU SDA No. 17/2019 dan PP No. 37/2012. Lewat rapat di DPR, Komisi V meminta solusi realistis yaitu BBWS perlu memperhitungkan kebutuhan warga, bukan hanya sekadar menegakkan aturan.
Haji Endang pun angkat bicara. Ia mengaku telah memiliki NIB, bahkan punya janji tertulis sejak Februari 2023 untuk membongkar sendiri jembatan jika tak diperpanjang izin.
Tapi ia juga menolak ditutup karena khawatir warga kehilangan akses penting dan mata pencaharian.

Reaksi Warga & Aktivis
Warga lokal, pedagang, dan aktivis bereaksi keras. Ferry Dharmawan alias “Jambul Merah” bahkan siap memimpin aksi untuk mempertahankan jembatan karena dianggap denyut nadi ekonomi rakyat kecil . Yanti dan Sani, pekerja di kawasan industri, mengisahkan dampak besar jika jembatan ditutup—bisa membuat mereka terlambat masuk kerja dan kehilangan pendapatan. Di sisi lain, pihak BBWS juga menyadari ada sekitar 11 jembatan serupa di Citarum yang belum berizin, dan berencana menegakkan prosedur dengan surut ke pemda dan membongkar jika perlu.
Dilema Regulasi vs Kebutuhan Rakyat
Kasus ini menghadirkan dua sudut pandang:
- Regulasi dan keselamatan: Jembatan harus memenuhi tinggi elevasi tertentu agar tidak menghambat aliran air, menghindari banjir dan sampah
- Fungsi sosial-ekonomi: Bagi warga, jembatan adalah akses vital ke pekerjaan dan sumber penghidupan. Menghapusnya tanpa pengganti bisa mengguncang ekonomi local
Harapan Solusi Bersama
Haji Endang sudah berkomitmen untuk melengkapi perizinan, dan Komisi V DPR juga meminta agar pemerintah tidak sekadar membongkar, tapi memberi opsi solusi.
Harapannya, ke depannya akan ada fasilitas pengganti, baik renovasi legal atau pembangunan jembatan permanen yang makin aman sekaligus tetap melayani kebutuhan warga.
Kesimpulan
Jembatan Apung Haji Endang bukan sekadar rangkaian ponton, ia telah menjadi bagian dari kehidupan dan ekonomi komunitas Karawang selama 15 tahun. Polemik penutupan ini menunjukkan dilema klasik: antara patuh aturan dan menjaga akses hidup rakyat.
Idealnya, pemerintah dan pemilik jembatan bekerja sama agar fungsi sosial tetap terjaga, tanpa mengabaikan regulasi dan keselamatan. Jika dikelola dengan baik, bukan tak mungkin jembatan ini akan “berevolusi” menjadi koneksi yang lebih kuat, dan juga sekaligus memenuhi aturan yang ada.
Nah, berbicara soal solusi jembatan apung yang aman, legal, dan tahan lama, salah satu alternatif yang kini makin banyak dipakai adalah menggunakan Kubus Apung RANDOAN. Produk ini dibuat dari bahan HDPE berkualitas tinggi, memiliki daya apung besar, ringan, dan kuat menahan beban dinamis dari kendaraan roda dua maupun pejalan kaki.
Selain itu, sifatnya modular, sehingga sangat mudah untuk dibongkar-pasang, disesuaikan dengan kebutuhan panjang dan lebar lintasan. Tersedia pula dalam beragam warna, cocok untuk menambah estetika jembatan atau dermaga apung. Perawatannya pun sangat sederhana, tidak membutuhkan peralatan khusus, dan tahan terhadap cuaca tropis.
Tidak hanya untuk jembatan apung di sungai atau kanal, Kubus Apung RANDOAN juga sangat cocok digunakan untuk keperluan dermaga non-permanen, akses tambat kapal, atau bahkan fasilitas wisata air di danau dan pantai.
Jika ke depan pemerintah mencari solusi yang lebih tertata, fungsional, dan estetis, menggunakan platform apung berbasis kubus modular seperti ini bisa jadi langkah bijak dan berkelanjutan.
RANDOAN siap menjadi bagian dari solusi infrastruktur apung Indonesia yang lebih modern, kuat, dan ramah lingkungan.






